Bergandengan Tangan Membentuk Karakter
Oleh : Budi Heriyanto, S. Pd.
Apa yang diamanatkan
pemerintah untuk mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran merupakan
langkah positif dalam dunia pendidikan. Walaupun sebenarnya penanaman nilai
karakter ini sudah tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional yang diatur dalam
UU Nomor 20 Tahun 2003.
Dalam hal ini
pemerintah berharap untuk mengedepankan dan lebih menekankan pendidikan
karakter dengan cara memasukkan materi-materi yang berkaitan dengan norma-norma
atau aturan secara eksplisit pada setiap mata pelajaran, yang dijabarkan dalam
Silabus, RPP, dan perangkat pembelajaran lainnya. Dengan demikian, seorang guru
memiliki konsep yang jelas tentang nilai karakter apa yang harus dikuasai dan
direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari pada setiap
pembelajarannya.
Implementasi pendidikan
karakter di sekolah-sekolah pada setiap satuan pendidikan selama ini ditengarai
masih sebatas teori mentah atau konsep-konsep idealis. Pendidikan karakter sekadar menyentuh taraf pengenalan norma dan
aturan-aturan, belum pada pada taraf internalisasi dan tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter
peserta didik tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah. Sementara ini,
fenomena-fenomena yang berkembang di masyarakat beranggapan semua bentuk
pendidikan hanya berorientasi dan bertumpu pada sekolah sebagai institusi
pendidikan formal.
Padahal keberadaan anak
didik di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, kurang dari 30 persen. Selebihnya ( 70 persen +), anak didik berada
dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa keluarga dan lingkungan sebagai pendidikan informal memiliki kauntitas
waktu lebih banyak, sekaligus memiliki peran dan kontribusi yang lebih besar
dalam mendidik karakter anak-anak didik di rumah.
Walaupun lingkungan
keluarga yang notabene berpotensi besar dalam penanaman norma/aturan dan
pembentukan karakter anak-anak, belum mampu berperan secara optimal dan
maksimal. Aktivitas dan kesibukan para orang tua membuat mereka lalai dan
sering mengabaikan pendidikan anak-anaknya, apalagi untuk memberikan pendidikan
moral, mungkin tidak terlintas di benaknya. Akhirnya mereka hanya bisa
memasrahkan pendidikan anaknya di sekolah.
Ironisnya, seringkali kita dengar dan kita
lihat di beberapa media,ada orang tua yang menyalahkan dan mengkambinghitamkan pihak sekolah, khususnya
para guru selaku pendidik di sekolah ketika anak didiknya tidak berhasil dalam
kemampuan intelegensi dan ataupun berperilaku yang negatif.
Hal seperti ini mestinya tidak boleh
terjadi apabila semuanya saling menyadari kapasitas kita secara proporsional.
Justru harusnya bersama-sama mencari solusi yang tepat untuk mengatasi
permasalahan yang tejadi.
Alangkah
indahnya, bila sekolah dan keluarga bersatu padu bergandengan
tangan, satukan hati dan tekad untuk
mendidik dan mengoptimalkan pendidikan
anak-anak.
Alangkah senangnya, apa yang menjadi
Tujuan Pendidikan Nasional Bangsa Indonesia dapat terlaksana.
Alangkah bangganya, bila kita memiliki
anak-anak didik yang cerdas, terampil, dan berkarakter kuat.
Itulah yang menjadi
Tujuan Utama Pendidikan yang sebenar-benarnya
“The Goal of True Education”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar