Kamis, 17 Januari 2013

Bergandengan Tangan Membentuk Karakter



Bergandengan Tangan Membentuk Karakter
Oleh : Budi Heriyanto, S. Pd.

Apa yang diamanatkan pemerintah untuk mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran merupakan langkah positif dalam dunia pendidikan. Walaupun sebenarnya penanaman nilai karakter ini sudah tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003.       
Dalam hal ini pemerintah berharap untuk mengedepankan dan lebih menekankan pendidikan karakter dengan cara memasukkan materi-materi yang berkaitan dengan norma-norma atau aturan secara eksplisit pada setiap mata pelajaran, yang dijabarkan dalam Silabus, RPP, dan perangkat pembelajaran lainnya. Dengan demikian, seorang guru memiliki konsep yang jelas tentang nilai karakter apa yang harus dikuasai dan direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari pada setiap pembelajarannya.
Implementasi pendidikan karakter di sekolah-sekolah pada setiap satuan pendidikan selama ini ditengarai masih sebatas teori mentah atau konsep-konsep idealis. Pendidikan karakter  sekadar menyentuh taraf pengenalan norma dan aturan-aturan, belum pada pada taraf internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter peserta didik tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah. Sementara ini, fenomena-fenomena yang berkembang di masyarakat beranggapan semua bentuk pendidikan hanya berorientasi dan bertumpu pada sekolah sebagai institusi pendidikan formal.           

Padahal keberadaan anak didik di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, kurang dari 30 persen.  Selebihnya ( 70 persen +), anak didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keluarga dan lingkungan sebagai pendidikan informal memiliki kauntitas waktu lebih banyak, sekaligus memiliki peran dan kontribusi yang lebih besar dalam mendidik karakter anak-anak didik di rumah.   
Walaupun lingkungan keluarga yang notabene berpotensi besar dalam penanaman norma/aturan dan pembentukan karakter anak-anak, belum mampu berperan secara optimal dan maksimal. Aktivitas dan kesibukan para orang tua membuat mereka lalai dan sering mengabaikan pendidikan anak-anaknya, apalagi untuk memberikan pendidikan moral, mungkin tidak terlintas di benaknya. Akhirnya mereka hanya bisa memasrahkan pendidikan anaknya di sekolah.  
 Ironisnya, seringkali kita dengar dan kita lihat di beberapa media,ada orang tua yang menyalahkan dan mengkambinghitamkan pihak sekolah, khususnya para guru selaku pendidik di sekolah ketika anak didiknya tidak berhasil dalam kemampuan intelegensi dan ataupun berperilaku yang negatif.                  
 Hal seperti ini mestinya tidak boleh terjadi apabila semuanya saling menyadari kapasitas kita secara proporsional. Justru harusnya bersama-sama mencari solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang tejadi.
Alangkah indahnya, bila sekolah dan keluarga bersatu padu bergandengan tangan, satukan  hati dan tekad untuk mendidik  dan mengoptimalkan pendidikan anak-anak.              
 Alangkah senangnya, apa yang menjadi Tujuan Pendidikan Nasional Bangsa Indonesia dapat terlaksana.                                                                                                                       
  Alangkah bangganya, bila kita memiliki anak-anak didik yang cerdas, terampil, dan berkarakter kuat.
Itulah yang menjadi Tujuan Utama Pendidikan yang sebenar-benarnya    “The Goal of True Education”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar