Jawa tengah adalah propinsi dimana budaya jawa banyak berkembag disini karena di jawa tengah dahulu banyak kerajaan berdiri disini itu terlihat dari berbagai peninggalan candi di jawa tengah.
mahakarya yang sungguh mempesona adalah batik di jawa tengah setiap daerah mempunya corak batik tulis yang berbeda beda mereka mempunyai ciri khas sendiri sendiri selain batik ada juga kesenian yang tak kalah luar biasanaya ada wayang kulit yang sudah dia kaui dunia sebagai warisan budaya dunia oleh unesco ada juga tembang tembang (lagu lagu ) jawa yang diiringi oleh gamelan (alat musik) yang juga dikenal dengan campursariada juga ketoprak yang merupakan pertunjukan seni peran khas dari jawa
di jawa tengah juga masih ada kerjaan yang samapai sekarang masih berdiri tepatnya dikota solo yang dikenal dengan kasunanan solo
budaya jawa tengah sungguh banyak mulai dari wayang ,wayang orang, ketoprak,tari dan masih banyak lagi.
Sejarah Jawa tengah
Jawa Tengah sebagai provinsi dibentuk sejak zaman Hindia Belanda. Hingga tahun 1905, Jawa Tengah terdiri atas 5 wilayah (gewesten) yakni Semarang, Rembang, Kedu, Banyumas, dan Pekalongan. Surakarta masih merupakan daerah swapraja kerajaan (vorstenland) yang berdiri sendiri dan terdiri dari dua wilayah, Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran, sebagaimana Yogyakarta. Masing-masing gewest terdiri atas kabupaten-kabupaten. Waktu itu Rembang Gewest juga meliputi Regentschap Tuban dan Bojonegoro.
Setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit tahun 1905, gewesten diberi otonomi dan dibentuk Dewan Daerah. Selain itu juga dibentuk gemeente (kotapraja) yang otonom, yaitu Pekalongan, Tegal, Semarang, Salatiga, dan Magelang.
Sejak tahun 1930, provinsi ditetapkan sebagai daerah otonom yang juga memiliki Dewan Provinsi (Provinciale Raad). Provinsi terdiri atas beberapa karesidenan (residentie), yang meliputi beberapa kabupaten (regentschap), dan dibagi lagi dalam beberapa kawedanan (district). Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 5 karesidenan, yaitu: Pekalongan, Jepara-Rembang, Semarang, Banyumas, dan Kedu.
Menyusul kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1946 Pemerintah membentuk daerah swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran; dan dijadikan karesidenan. Pada tahun 1950 melalui Undang-undang ditetapkan pembentukan kabupaten dan kotamadya di Jawa Tengah yang meliputi 29 kabupaten dan 6 kotamadya. Penetapan Undang-undang tersebut hingga kini diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah, yakni tanggal 15 Agustus 1950.
Pendidikan dan Budaya
Kebudayaan yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah mayoritas merupakan kebudayaan Jawa, namun terdapat pula kantong-kantong kebudayaan Sunda di wilayah sebelah barat yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat terutama di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap
berikut beberapa budaya jawa tengah :
1. Kraton Solo (Centraljava Surakarta)
2. Batik
3. Ketoprak
4. Pagelaran Wayang Kulit
5. Tari Srikandi / Tari Panah
6. Pertujukan Wayang Orang
7. Sinden
8. Tayub
9. Batik
10.Keris
GAMBAR GAMBAR TERKAIT
Jenis busana
dan kelengkapannya yang dipakai oleh kalangan wanita Jawa, khususnya di
lingkungan budaya Yogyakarta dan Surakarta, Jawa Tengah adalah baju kebaya, kemben dan kain tapih pinjung
dengan stagen. Baju kebaya dikenakan oleh
kalangan wanita bangsawan maupun kalangan rakyat biasa baik sebagai busana
sehari-hari maupun pakaian upacara.
Pada busana
upacara seperti yang dipakai oleh seorang garwo dalem
misalnya,baju kebaya menggunakan peniti renteng dipadukan dengan kain sinjang atau
jarik corak batik, bagian kepala rambutnya digelung (sanggul), dan dilengkapi
dengan perhiasan yang dipakai seperti subang, cincin, kalung dan gelang serta
kipas biasanya tidak ketinggalan.
Untuk busana
sehari-hari umumnya wanita Jawa cukup memakai kemben yang dipadukan dengan stagen dan kain jarik. Kemben dipakai
untuk menutupi payudara, ketiak dan punggung, sebab kain kemben ini cukup lebar
dan panjang. Sedangkan stagen dililitkan pada bagian perut untuk mengikat tapihan
pinjung agar kuat dan tidak mudah lepas.
Dewasa ini,
baju kebaya pada umumnya hanya dipakai pada hari-hari tertentu saja, seperti
pada upacara adat misalnya. Baju kebaya di sini adalah berupa blus berlengan
panjang yang dipakai di luar kain panjang bercorak atau sarung yang menutupi
bagian bawah dari badan (dari mata kaki sampai pinggang). Panjangnya kebaya bervariasi,
mulai dari yang berukuran di sekitar pinggul atas sampai dengan ukuran yang di
atas lutut. Oleh karena itu, wanita Jawa mengenal dua macam kebaya, yaitu
kebaya pendek yang berukuran sampai pinggul dan kebaya panjang yang berukuran
sampai ke lutut.
Kebaya
pendek dapat dibuat dari berbagai jenis bahan katun, baik yang polos dengan
salah satu warna seperti merah, putih, kuning, hijau, biru dan sebagainya
maupun bahan katun yang berbunga atau bersulam. Saat ini, kebaya pendek dapat
dibuat dari bahan sutera, kain sunduri (brocade), nilon, lurik atau bahan-bahan
sintetis. Sedangkan, kebaya panjang lebih banyak menggunakan bahan beludru,
brokat, sutera yang berbunga maupun nilon yang bersulam. Kalangan wanita di
Jawa, biasanya baju kebaya mereka diberi tambahan bahan berbentuk persegi
panjang di .bagian depan yang berfungsi sebagai penyambung (kuthubaru).
Baju kebaya
dipakai dengan kain sinjang jarik/ tapih dimana pada bagian depan
sebelah kiri dibuat wiron (lipatan) yang dililitkan dari kiri ke kanan.
Untuk menutupi stagen digunakan selendang pelangi dari tenun ikat celup yang
berwarna cerah. Selendang yang dipakai tersebut sebaiknya terbuat dari batik,
kain lurik yang serasi atau kain ikat celup. Selain kain lurik, dapat juga
memakai kain gabardine yang bercorak kotak-kotak halus dengan kombinasi warna
sebagai berikut: hijau tua dengan hitam, ungu dengan hitam, biru sedang dengan
hitam, kuning tua dengan hitam dan merah bata dengan hitam. Kelengkapan
perhiasannya dapat dipakai yang sederhana berupa subang kecil dengan kalung dan
liontin yang serasi, cincin, gelang dan sepasang tusuk konde pada sanggul.
Baju kebaya
panjang biasanya menggunakan bahan beludru, brokat, sutera maupun nilon yang
bersulam. Dewasa ini, baju kebaya panjang merupakan pakaian untuk upacara
perkawinan. Dan umumnya digunakan juga oleh mempelai wanita Sunda, Bali dan
Madura. Panjang baju kebaya ini sampai ke lutut, dapat pula memakai tambahan
bahan di bagian muka akan tetapi tidak berlengkung leher (krah). Pada umumnya
kebaya panjang terbuat dari kain beludru hitam atau merah tua, yang dihiasi
pita emas di tepi pinggiran baju. Kain jarik batik yang berlipat (wiron) tetap
diperlukan untuk pakaian ini, tetapi biasanya tanpa memakai selendang.
Sanggulnya dihiasi dengan untaian bunga melati dan tusuk konde dari emas.
Sedangkan, perhiasan yang dipakai juga sederhana, yaitu sebuah sisir berbentuk
hampir setengah lingkaran yang dipakai di sebelah depan pusat kepala. Baju
kebaya panjang yang dipakai sebagai busana upacara biasa, maka tata rias rambutnya
tanpa untaian bunga melati dan tusuk konde.
Pada bagian
badan kebaya dipotong sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan krup. Ini
dimaksudkan agar benar-benar membentuk badan pada bagian pinggang dan payudara
dan sedikit melebar pada bagian pinggul. Sedangkan, lipatan bawah bagian
belakang dan samping harus sama lebarnya dan menuju ke bagian depan dengan agak
meruncing. Lengkung leher baju menjadi satu dengan bagian depan kebaya.
Lengkung ini harus cukup lebar sehingga dapat dilipat ke dalam untuk vuring
kemudian dilipat lagi keluar untuk membentuk lengkung leher.
Busana Jawa
baik pakaian sehari-hari maupun pakaian upacara sangat kaya akan ragam hias
yang tak jarang memiliki makna simbolik dibaliknya. Jenis ragam hias yang
dikenal di daerah Surakarta maupun Jogyakarta adalah kain yang bermotifkan
tematema geometris, swastika (misalnya bintang dan matahari), hewan
(misal : burung, ular, kerbau, naga), tumbuh-tumbuhan (bunga teratai,
melati) maupun alam dan manusia. Motif geometris diantaranya adalah kain batik
yang bercorak ikal, pilin, ikal rangkap dan pilin ganda. Motif berupa
garis-garis potong yang disebut motif tangga merupakan simbolisasi dari nenek
moyang naik tangga sedang menuju surga. Bahkan motif yang paling dikenal oleh
masyarakat Surakarta adalah motif tumpal berbentuk segi tiga yang disebut untu
walang, yang melambangkan kesuburan.
Pada
busana-busana khusus untuk upacara perkawinan dikenal juga motif pada batik
tulis, seperti kain sindur dan truntum yang dipakai oleh orang tua mempelai.
Sedangkan kain sido mukti, kain sido luhur dan sido mulyo merupakan pakaian
mempelai.
Fungsi
pakaian, awalnya digunakan sebagai alat untuk melindungi tubuh dari cuaca
dingin maupun panas. Kemudian fungsi pakaian menjadi lebih beragam, misalnya
untuk menutup aurat, sebagai unsur pelengkap upacara yang menyandang nilai
tertentu, maupun sebagai alat pemenuhan kebutuhan akan keindahan.
Pada
masyarakat di Jawa Tengah, khususnya di Surakarta fungsi pakaian cukup beragam,
seperti pada masyarakat bangsawan pakaian mempunyai fungsi praktis, estetis,
religius, sosial dan simbolik. Seperti kain kebaya fungsi praktisnya adalah
untuk menjaga kehangatan dan kesehatan badan; fungsi estetis, yakni menghias
tubuh agar kelihatan lebih cantik dan menarik; fungsi sosial yakni belajar
menjaga kehormatan diri seorang wanita agar tidak mudah menyerahkan
kewanitaannya dengan cara berpakaian serapat dan serapi mungkin, serta memakai
stagen sekuat mungkin agar tidak mudah lepas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar