Duapuluh
Empat Jam Guru Bersertifikasi Sebuah Beban Kekhawatiran?
Oleh
: Budi Heriyanto, S. Pd.
Guru
sebagai pendidik merupakan tenaga profesional. Pengakuan ini dibuktikan dengan sertifikat
profesi pendidik yang diperoleh melalaui sertifikasi. Bagi guru yang sudah
mengantongi sertifikat pendidik dengan nomor regristasi, dan telah memenuhi
beban kerja mengajar minimal 24 jam tatap muka per minggu akan memperoleh
tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok seiap bulan.
Namun,
masih ada beberapa kendala bagi sebagian para guru untuk menikmati tunjangan
profesi yang diharapkan. Mengapa demikian? Tidak semua guru dalam kondisi ideal
bisa mengajar dengan beban minimal 24 jam tatap muka. Kenyataannya tidak
sedikit guru yang mengajar di bawah standar minimal yang telah ditetapkan.
Untuk memenuhi standar minimal 24 jam kosekuensinya para guru terlihat hiruk
pikuk seperti pekerja freelance mencari
tambahan jam untuk menutupi kekurangan jam tatap muka. Mereka tidak sekadar
berdiam diri menunggu informasi tentang kelebihan jam dari rekan-rekan guru
sekolah lain. Akan tetapi, dengan tidak segan-segan para guru (yang kekurangan
jam) mencari sekolah dari satu pintu ke pintu lain untuk memperoleh peluang
agar ‘selamat’ dari kekhawatiran tidak mendapatkan tunjangan profesinya.
Tidak terpenuhinya jam mengajar guru sebanyak 24
(duapuluh empat) jam tatap muka per minggu sudah menjadi permasalahan nasional
yang perlu diperhatikan dengan seksama, disikapi dengan bijak, dan
ditidaklanjuti secara profesional oleh pemerintah. Adapun
faktor kekurangan jam tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Jumlah
peserta didik dan rombongan belajar sedikit/ terlalu sedikit.
Jumlah peserta didik
dan atau rombongan belajar (rombel) yang sedikit/ terlalu sedikit di sebuah
sekolah akan mengakibatkan jumlah jam tatap muka untuk mata pelajaran tertentu
belum mencapai 24 jam per minggu. Mestinya agar jumlah beban mengajar dapat
mencapai 24 jam atau kelipatannya,dibutuhkan jumlah rombongan belajar yang
lebih banyak dan cukup memadai. Padahal, berdasarkan data, keberadaan sekolah
dengan rombongan belajar yang memadai persentasenya lebih kecil atau sedikit.
2.
Jam pelajaran dalam kurikulum
sedikit.
Jumlah jam pelajaran mata pelajaran tertentu dalam struktur Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan sebagian besar sedikit. Ada yang hanya 2 jam per
minggu, antara lain Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Sejarah,
Penjaskes, Kesenian, Bahasa Jawa, Bahasa Asing lainnya, Teknologi Informasi
Komputer, Keterampilan, Muatan Lokal, Pengembangan Diri, dan lainnya.
Para guru yang mengampu mata pelajaran tersebut seringkali tidak
memenuhi kewajiban minimal 24 jam tatap muka per minggunya. Apalagi bertugas di
sebuah sekolah dengan rombongan belajar yang sangat sedikit.
3.
Jumlah guru di sebuah sekolah
untuk mata pelajaran tertentu terlalu banyak. Kondisi semacam ini umumnya
terjadi karena kesalahan dalam perekrutan dan pemetaan guru oleh pemerintah
provinsi/ kabupaten/ dan kota sehingga pendistribusian penempatan tenaga
edukasi tersebut kurang efisien dan efektif. Ada sebuah sekolah yang memiliki
guru mata pelajaran tertentu terlalu banyak tapi tidak memiliki satu pun guru
mata pelajaran tertentu yang lainnya. Hal ini jelas mengakibatkan ada guru yang
tidak dapat mengajar 24 jam per minggu.
4.
Sekolah pada daerah terpencil
atau sekolah khusus.
Sekolah yang berada di daerah terpencil biasanya memiliki jumlah peserta
didik yang sedikit. Ini bisa terjadi karena populasi penduduk yang sedikit atau
bisa juga kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pendidikan. Sekolah khusus
yang karena kekhususan programnya, jumlah peserta didiknya sangat sedikit.
Karena rombongan belajarnya sedikit, mengakibatkan guru mengajar tidak mencapai
24 jam per minggu.
5.
Perubahan jumlah beban
mengajar. Penetapan
beban mengajar dari 18 jam menjadi 24 jam per minggu mempengaruhi kuantitas jam
pelajaran yang harus dipenuhi dan dilaksanakan setiap guru per minggu.
Dengan
dikeluarkannya Permendiknas No. 30 Tahun
2011 tentang Perubahan atas Permendiknas No. 39 Tahun 2009 merupakan angin
segar bagi calon penerima tunjangan profesional. Karena pada dasarnya kedua
peraturan tersebut masih dalam kategori “cukup lunak” atau fleksibel dalam memposisikan
beban jam mengajar minimal 24 jam, seperti yang tertera pada pasal 5 ayat (1)a ‘guru dalam
jabatan yang bertugas selain di satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
pasal 3 (guru yang bertugas di satuan layanan pendidikan khusus), dalam keadaan
kelebihan guru mata pelajaran tertentu di wilayah kabupaten/ kota, dapat
memenuhi beban mengajar minimal 24 jam tatap muka dengan cara mengajar mata
pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya dan/
atau mata pelajaran lain yang tidak ada guru mata pelajarannya pada satuan
administrasi pangkal atau satuan pendidikan lain’.
Dalam
jangka waktu yang relatif singkat, enem bulan pemberlakuan permendiknas
tersebut, pemerintah melalui Kementerian
Pendidikan Nasional menghimbau kepada seluruh jajaran Dinas Pendidikan
Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan Kantor Wilayah Departemen Agama dan Kantor Agama
Kabupaten/ Kota lebih cekatan dan cermat melakukan perencanaan dan redistribusi
guru di daerahnya masing-masing secara proposional. Mungkinkah?
Ketika
kepentingan para guru terbentur oleh pelbagai permasalahan seperti seperti
sekarang ini, lembaga-lembaga tersebut seharusnya bersikap pro aktif dalam
mencari solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan guru secara
komperhensif. Dengan konsekuensi pemerintah melalui lembaga yang berwenang
konsisten terhadap peraturan yang telah ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar