Minggu, 20 Januari 2013

Legenda Desa Sidalang



Diceritakan oleh  Budi Heriyanto, S. Pd.

Sidalang adalah nama sebuah desa bagian dari wilayah kecamatan Tersono, kabupaten Batang, Jawa Tengah.  Secara geografis, perkampungan ini berada di sebuah perbukitan atau dataran tinggi, kira-kira tujuh kilometer di sebelah selatan  kecamatan Tersono.  Desa tersebut terdiri atas empat perdukuhan (dusun) yaitu Dukuh Sidalang, Dukuh Delisen, Dukuh Bonjor dan Dukuh Sibobor.                                                                                                      Waktu tempuh sekitar 15 – 30 menit dengan menggunakan sepeda motor dari pusat kecamatan. Karena lokasinya  di sebuah perbukitan, perjalanan  ke desa tersebut  harus melewati banyak medan tanjakan dan sarat dengan tikungan  tajam. Namun demikian, selain pemandangan tepi jalan yang rindang oleh pepohonan melinjo, kopi, cengkeh, sengon (abasia), dan jenis tanaman lainnya, jalan  ke desa tersebut sudah cukup bagus (beraspal) karena sebagai rute lintas antardesa maupun antarkecamatan yang lain, yaitu kecamatan Sukorejo ( kabupaten Kendal) dan kecamatan Bawang.
Seperti tempat-tempat lainnya, desa ini ternyata juga memiliki legenda yang unik dan menarik. Bahkan  ceritanya masih  ada kaitannya dengan keberadaan Alas Roban                     (Hutan Roban).
Alkisah, dahulu kala, salah satu  kerajaan  di nusantara yang bermusuhan kuat dan  menolak mentah-mentah  keberadaan  pemerintah Kompeni (Belanda)  yaitu Kerajaan  Mataram. Salah satu usahanya yaitu mengadakan penyerangan dan pertempuran , walaupun saat itu posisi kompeni berada di Batavia.  Untuk itu kerajaan Mataram  mengirimkan dan menempatkan banyak prajurit ( bala tentara) di wilayah Batavia. Dengan demikian, kerajaan  Mataram sering mengirimkan prajurit-prajurit lainnnya untuk membawa dan  mengantarkan perbekalan maupun  segala kebutuhan pangan guna mencukupi bala tentara di Batavia. Mereka harus berjalan beratus-ratus kilometer  meter melewati berbagai medan. Dan, sampailah mereka di sebuah hutan belantara yang dikenal sebagai Alas Roban
Dahulu kala, Alas Roban ini merupakan tempat yang paling angker (menyeramkan), “jalma mara jalma mati “ (jalma : manusia, maksudnya, siapa pun manusia yang masuk daerah itu tidak akan bisa keluar dengan selamat). Selain terkenal sebagai pusat alaming lelembut (alam kegelapan) yang dipimpin oleh Raja Siluman Uling yang bernama Kolo Drubikso, Alas Roban juga merupakan  markas induk para begal, kecu  (Indonesia: penyamun), dan para perampok yang terkenal kejam dan berdarah dingin. Mereka menghadang siapa saja yang melewati hutan tersebut dan merampas semua barang bawaannya. Mereka seringkali menggunakan tindak kekerasan melukai pemiliknya. Bahkan, tidak segan-segan membunuh para mangsanya dengan kejam.

Hal ini juga dialami oleh para prajurit Mataram yang hendak mengirimkan bahan-bahan kebutuhan  ke Batavia. Di tengah-tengah hutan tersebut mereka dihadang oleh sekelompok perampok yang bersenjatakan parang dan pedang. Para perampok berniat  merampas semua barang bawaan dan perbekalan prajurit-prajurit itu. Mestinya, para prajurit Mataram  itu tidak akan memberikan atau merelakan barang-barangnya diminta perampok. Setelah  melalui perseteruan panjang dan perkelahian yang cukup lama, para perampok yang  jumlahnya jauh lebih sedikit,akhirnya terdesak kalah, dan mereka langsung melarikan diri. Prajurit Mataram tidak tinggal diam dengan kemenangan itu. Mereka terus mengejar para perampok. Cukup jauh mereka mengejar parampok-perampok yang masih terlihat mata itu. Namun, di suatu tempat para prajurit berhenti karena sosok-sosok bayangan perampok tadi hilang, lenyap tak telihat lagi keberadaannya. Akhirnya, para prajurit itu memutuskan untuk kembali     ke Alas Roban dan melanjutkan perjalanan mereka ke Batavia.
Peristiwa seperti ini terjadi berulang kali di hutan yang sama. Perampokan, pelarian  dan pengejaran terus terjadi. Sayangnya, pengejaran para prajurit Mataram  terhadap para perampok selalu berhenti dan menemui jalan buntu. Setiap sampi di tempat tertentu, di tempat yang sama dalam peristiwa sebelumnya, para perampok berhasil meloloskan diri dan meng hilang dari pandangan prajurit-prajurit tersebut.
Suatu ketika, untuk kesekian  kalinya, para parajurit Mataram  kembali melewati  Alas Roban dengan membawa perbekalan dan bahan kebutuhan  seperti biasanya. Kali ini jumlah pasukan lebih banyak daripada sebelumnya. Sekaligus mereka bertekat menangkap dan membasmi para perampok  di Alas Roban yang selalu mengganggu dan  menghambat perjalanan pengiriman barang itu.                                                                                                      Pucuk dicinta ulam  tiba, sesampai di hutan Roban, tanpa jera gerombolan  perompok kembali beraksi, menghadang dan hendak merampas barang-barang bawaan bala tentara Mataram tersebut. Terjadilah pertarungan sengit di antara mereka. Namun, mengingat jumlah prajurit Mataram lebih banyak dengan pesrsenjataan lebih lengkap, mereka dengan mudah mengatasi para perampok itu. Tidak sedikit dari pihak perampok yang terluka parah dan tewas meregang nyawa di tempat itu. Sebagian dari para perampok yang selamat, lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Mereka terus berlari dan berlari. Begitu juga dengan  para prajurit, mereka  terus mengejar dan  mengejar untuk menangkap para perampok yang selalu meresahkan itu.                                                                                                                   Keanehan kembali terjadi, mereka pengejaran  mereka terhenti karena sosok para perampok lagi-lagi menghilang. Sebagian dari prajurit merasa heran, mengapa setiap sampai di tempat itu, para perampok sidane ilang (akhirnya hilang). Dan itu terjadi berulangkali di tempat yang sama.                                                                                                                                                     Dari kata sidane ilang itulah kemudian menjadi sidalang, dan tempat itu menjadi sebuah nama perkampungan, yaitu Sidalang.



Ternyata para prajurit tidak putus asa. Pengejaran perampok terus dilakukan walaupun mereka  tidak lagi melihat sosok dan jejak  para perampok. Mereka selalu menjelajahi daerah sekitar untuk mencari di mana persembunyian para perampok.                                                                                                                 Penjelajahan itu memakan waktu yang panjang dan melelahkan. Banyak dari mereka yang merasa kehausan. Akhirnya mereka istirahat. Hingga salah satu dari prajurit memutuskan untuk  mencari sumber mata air  di sekeliling peristirahatan mereka.  Tak satu pun didapatinya. Prajurit itu terus mencari air untuk dirinya dan teman-temannya. Setelah berjalan agak jauh, ia berhasil menemukan sebuah sumur tua dalam tanah.     Ia hendak mendekatinya untuk mengambil air sebyak-banyaknya. Namun, setelah sampai di bibir sumur ia mencium bau banger ( Indonesia=bangar : busuk/ tidak sedap). Ia pun tidak jadi mengambil air itu dan kembali ke tempat teman-temannya beristirahat serta melaporkan bahwa di baru saja menemukan sumur tetapi banger. ( Sumurbanger: nama sebuah desa dekat desa Sidalang).
Perjalanan pencarian tetap dilanjutkan. Mereka berputar-putar mencari di tempat yang tidak jauh dari hilangnya para perampok. Akhirnya mereka berhasil menemukan sebuah bonjor (Indonesia = kubu : benteng ; markas pertahanan/ persembunyian) di sebuah lereng bawah. Ternyata di situlah tempat para perampok Alas Roban bersarang dan bersembunyi. Singkat cerita, para perampok tersebut bertekuk lutut dan menyerah kalah terhadap prajurit- prajurit Mataram.       
Sebenarnya, tempat itu (bonjor) hampir tidak terlihat karena lokasinya yang dekat lembah dan dikelilingi oleh pohon-pohon besar serta semak belukar yang masih lebat. (Bonjor merupakan salah satu  nama dukuh/dusun di desa Sidalang).
Demikianlah sekilas legenda asal-usul desa Sidalang yang  dikait-kaitkan dengan mitos atau peristiwa masa lampau.

5 komentar:

  1. Masa si Pak, rujukannya mana ?

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Tetap selalu berkarya pak heri

    BalasHapus
  4. Selamat malam Pak, saya penasaran dengan asal usul desa tersebut. Rasanya saya sangat ingin mewawancarai Bapak. Apakah Bapak berkenan?

    BalasHapus
  5. selamat malam bapak yang terhormat.... saya warga sidalang, apakah cerita itu ada nara sumber yang dapat dipercaya

    BalasHapus