Kita sebagai orang tua seringkali
mengikutkan anak kita berbagai macam les tambahan di luar sekolah seperti les
matematika, les bahasa inggris, les fisika dan lain-lain. Saya yakin hal ini
kita dilakukan untuk mendukung anak agar tidak tertinggal atau menjadi yang
unggul di sekolah. Bahkan, terkadang ide awal mengikuti les tersebut tidak datang dari si
anak, namun datang dari kita sebagai orang tua. Benar tidak?
Memang, saat
ini kita menganggap tidak cukup jika anak kita hanya belajar di sekolah saja, sehingga kita mengikutkan anak kita bermacam-macam les. Kita ingin
anak kita pintar berhitung, kita ingin anak kita mahir berbahasa inggris, kita
juga ingin anak kita jago fisika dan lain sebagainya. Dengan begitu, anak
memiliki kemampuan kognitif yang baik.
Ini tiada lain
karena, pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognisi.
Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah
penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan. Apa itu? Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Saya
mengatakan hal ini bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting, bukan seperti itu!
Maksud saya, pendidikan
karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan
kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha
kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada
tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak
prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
Ada sebuah kata
bijak mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh.
Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun
dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan
berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa
pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan
dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Lalu apa sih pendidikan karaker itu?
Jadi, Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Saya
mengutip empat ciri dasar pendidikan
karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan
karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster. Pertama, pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik
menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. Kedua,
adanya koherensi atau membangun rasa percaya
diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh
pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali
menghadapi situasi baru. Ketiga, adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati
dan mengamalkan aturan dari luar
sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu
mengambil keputusan mandiri tanpa
dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. Keempat, keteguhan dan kesetiaan.
Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang
baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas
bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi,
kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan
kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu
mewujudkan kesuksesan.
Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang
tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan
kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan
orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.
Berpijak pada
empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam pola pendidikan yang diberikan pada anak didik.
Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan
buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi
potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati
keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya,
menanamkan pada anak didik akan
arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau
menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan
memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni
dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di
lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan
dari sistem pendidikan karakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar